Terhapusnya Dendam Politik Masa lalu ( Inggar Saputra )

 

majapahittv.com Ketika Presiden Prabowo dalam sebuah acara Partai Gerindra, meneriakkan ”Hidup Jokowi” maka seketika bermunculan nada pro dan kontra dalam masyarakat. Mereka yang mendukung menilai, ini pertanda Prabowo tidak melupakan jasa kepemimpinan semua presiden Indonesia sebelumnya termasuk Jokowi. Sebaliknya, ada yang menilai pernyataan Prabowo menandakan sulitnya sang Presiden keluar dari pengaruh Jokowi. Apalagi belakangan Prabowo menyatakan agar jangan dipisahkan dari Jokowi dalam membangun pemerintahan Indonesia lima tahun ke depan.

Menyimak relasi Prabowo dan Jokowi, sebenarnya menciptakan keharmonisan antar pemimpin sudah menjadi pemikiran Prabowo sejak lama. Dalam buku Strategi Transformasi Bangsa, Prabowo menulis ”Inilah yang saudara akan temukan di buku ini. Biarlah yang sudah lalu menjadi pelajaran untuk kita menentukan gagasan haluan negara kita ke depan. Banyak negara-negara lain yang sekarang menjadi negara maju juga pernah melakukan kesalahan-kesalahan di masa lalu” Sebuah pandangan yang berjiwa nasionalisme, mengutamakan persatuan bangsa dengan merangkul semua kelompok di Indonesia agar bersama-sama memajukan bangsa Indonesia ke depan.

Bagi seorang Prabowo, setiap periode kepemimpinan Indonesia sejak Soekarno sampai Jokowi tidak selamanya menyimpan keunggulan, melainkan pasti ada kelemahan dalam setiap kebijakannya. Setiap pemimpin meski mendasarkan pikiran dan kebijakannya untuk masyarakat, tak semuanya mampu menciptakan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat. Sehingga wajar ada kelompok yang memprotesnya dalam berbagai pandangan dan tindakan politik. Tetapi yang terpenting, sebagaimana dijelaskan Prabowo ”Yang membedakan negara maju dengan negara yang tidak maju adalah kemampuan untuk mengakui kesalahan, dan belajar dari kesalahan”

Dalam hal ini Prabowo, mencontohkan apa yang terjadi pada kepemimpinan masa lalu di Tiongkok yang sukses merubah Tiongkok sekarang. Sebagaimana diketahui, pada masa lalu Mao Zedong pernah menciptakan gagasan besar bagi kemajuan Tiongkok, meski faktanya tidak sepenuhnya berhasil. Kegagalan itu juga dianggap sebagai bentuk kesalahan Mao Zedong, sehingga menciptakan kesulitan besar bagi rakyat Tiongkok di masa lalu ”Hal ini juga bisa kita lihat dalam sejarah Tiongkok. Mereka pernah punya kebijakan ekonomi yang keliru, kebijakan Great Leap Forward atau Lompatan Besar ke Depan oleh Mao Zedong yang justru menghasilkan kelaparan dan menyengsarakan banyak rakyatnya”

Tak berapa lama, hadir Den Xiaoping yang menggantikan kepemimpinan Mao Zedong dan menggas kebijakan ekonomi baru yang sukses menjadikan Tiongkok sukses seperti sekarang. Di masa kini, negeri Tirai Bambu berhaluan komunisme itu mampu menciptakan kemajuan teknologi dan mengurangi kemiskinan secara drastis dalam beberapa tahun terakhir. Masih dalam buku yang sama, Prabowo mengatakan ”Kita bisa belajar Den Xiaoping, seorang pemimpin revolusi dalam Partai Komunis Tiongkok yang menjadi pemimpin tertinggi Republik Rakyat Tiongkok sejak tahun 1970-an sampai dengan awal tahun 1990-an. Den Xiaoping merevisi kebijakan-kebijakan ekonomi Mao Zedong dan memimpin kebangkitan Tiongkok. Strateginya membuat Tiongkok menjadi super power dunia”

Meski Mao Zedong gagal secara gagasan, tetapi Den Xiaoping sama sekali tidak menyalahkan gagasan yang dibuat pendahulunya. Setiap pemimpin pasti ada kesalahan, tapi sibuk menyalahkan kepemimpinan sebelumnya tanpa ada upaya mereformasi kebijakan yang salah tersebut akan membuat kita terjebak pada kehidupan masa lalu. Prabowo mengatakan, ”Yang saya kagum dari beliau adalah semangat pantang menyerahnya. Terlepas dengan ideologi yang berbeda dari Indonesia, tetapi harus diakui bahwa pribadi Deng Xiaoping harus kita hargai. Dirinya berkali-kali difitnah dan dipenjara, namun tetap bersemangat memajukan negaranya dan tidak menyalahkan pendahulunya”

Sebagai sebuah bangsa, kita sebenarnya mempunyai sejarah yang ”kurang bagus” dalam tradisi kepemimpinan yang mengandung unsur dendam politik. Kita mungkin masih ingat tragedi kutukan keris Empu Gandring yang menciptakan dendam turun temurun dari akibat cinta segitiga Ken Arok, Ken Dedes dan Tunggul Ametung. Sebuah konflik yang menghasilkan balas dendam antar generasi, membudayakan menyalahkan generasi kepemimpinan sebelumnya. Ada juga cerita perang Bubat antara kerajaan Majapahit dan Sunda yang menciptakan narasi ”permusuhan” berkepanjangan antara orang Sunda dan Jawa.

Terlepas dari sejarah masa lalu, kita sudah waktunya bergerak maju dan mengakhiri apa yang terjadi di masa lalu dengan pikiran dan tindakan positif untuk masa depan. Bagi pengkritik Pak Jokowi, jika memang dirasakan beliau selama memimpin Indonesia ada kesalahan kebijakan, silahkan membuktikan di depan hukum. Bukan sibuk mempermasalahkannya dengan berbagai ”pembusukan karakter” melalui opini publik. Apalagi memisahkan niat baik Presiden Prabowo yang berupaya merangkul para pemimpin Indonesia sebelumnya. Bagaimanapun, setiap pemimpin Indonesia memiliki jasa dan kontribusi terbaiknya dalam memajukan Indonesia.

Sebagai penutup, saya teringat perkataan mantan Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo dalam sebuah kesempatan mengatakan ”Tidak perlu lagi ada dendam sejarah yang diwariskan kepada anak-anak bangsa yang tidak pernah tahu dan terlibat pada berbagai peristiwa kelam di masa lalu” Dibandingkan sibuk menyalahkan kepemimpinan sebelumnya, silahkan mengajukan melalui proses sesuai hukum jika ada ditemukan kesalahan dalam kepemimpinan sebelumnya. Jika tidak mampu membuktikan secara hukum, berhentilah menyebar opini negatif dan mari mendukung kepemimpinan Prabowo dan Gibran dalam mendorong keharmonian dan keharmonisan antar anak bangsa Indonesia dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045.( Penulis Inggar Saputra ).

Maja Tv.