majapahittv.com Persoalan nasionalisme, bela negara dan penguatan ideologi Pancasila selalu menjadi topik yang menarik diperbincangkan di Indonesia. Ada banyak faktor penyebabnya mengapa menjadi menarik, tetapi yang cukup populer ada ”kesan” nasionalisme bangsa Indonesia terus menurun. Kondisi ini terutama dirasakan dalam keseharian anak muda Indonesia, yang umumnya masuk kelompok milenial dan generasi Z. Mereka dinilai cenderung kehilangan nasionalisme akibat terpaan disrupsi teknologi dan guncangan media baru khususnya media sosial yang mengikis degradasi moralitas dan krisis semangat dalam membela negara.
Salah satu realitas menurunnya nasionalisme di kalangan anak muda adalah semakin berkurangnya anak muda yang hafal Pancasila. Padahal Pancasila merupakan ideologi, dasar, kepribadian dan bintang penuntun arah kehidupan bangsa. Ketika anak muda Indonesia tidak lagi mampu menghafal Pancasila, maka layak dipertanyakan sejauhmana mereka mampu mengamalkannya. Persepsi paling sederhana jika tak mampu menghafal dan mengetahui Pancasila, maka sulit baginya mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Belakangan bukan hanya anak muda yang duduk di bangku sekolah dan perguruan tinggi. Fenomena ”menghilangnya” Pancasila juga banyak ditemukan dalam keseharian hidup masyarakat Indonesia.
Selain minimnya perhatian terhadap Pancasila, kebebasan dalam memperoleh informasi menyebabkan kita kebanjiran paham transnasionalisme yang tidak sejalan dengan spirit bangsa Indonesia. Masuknya secara bebas paham asing melalui platform media sosial menciptakan kerentanan disukai sebagian masyarakat Indonesia. Padahal ada nilai asing yang belum tentu sejalan dengan kepribadian bangsa Indonesia seperti ekslusifisme beragama, budaya mengkafirkan orang lain, kekerasan atas nama agama dan lainnya. Kondisi ini mendorong kita penting sekali menumbuhkan semangat nasionalisme dan beragama secara moderat. Kita perlu mewaspadai masuknya gejala ideologi transnasionalisme sebagai ancaman yang menganggu keutuhan dan nilai kebangsaan Indonesia yang berlandaskan spirit empat pilar berbangsa dan bernegara.
Kerentanan yang tak kalah berbahaya adalah membanjirnya informasi melalui pemanfaatan media sosial tanpa kemampuan menyeleksi dengan baik. Dampak yang cukup serius menghadirkan pemberitaan dan informasi bohong dan ujaran kebencian. Apalagi marak berkembang buzzer yang menciptakan narasi untuk memecah belah bangsa. Konten dan narasi diarahkan untuk membenturkan sesama anak bangsa Indonesia. Bahaya dalam jangka panjang kebiasaan mengonsumsi berita bohong dan ujaran kebencian akan melahirkan degradasi nalar-logika dan mengedepankan emosional dalam mengelola konflik horizontal di masyarakat. Kegagapan kita dalam menyeleksi informasi membutuhkan pentingnya komunikasi kebangsaan dalam pembelajaran literasi digital di masyarakat khususnya kaum muda.
Di tengah berbagai ancaman dan gangguan baik kelemahan menghafal Pancasila, masuknya paham transnasionalisme dan persoalan hoaks yang mengarah kepada kebencian di masyarakat. Kita layak bersyukur adanya upaya serius negara dalam mengelola nasionalisme dan mengedepankan keberagaman dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Belum lama, setiap pagi insan perkeretapian mengajak masyarakat aktif dalam menyanyikan lagu Indonesia. Kegiatan dilakukan setiap pagi dimana stasiun kereta api serentak mengumandangkan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Sakralitas nasionalisme dikembangkan dengan mengajak partisipasi masyarakat dan mampu dikeluarkan dari keterbatasan ruang sempit dimana umumnya menyanyinkan Indonesia Raya sebatas upacara bendera setiap hari Senin.
Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto sebagai Presiden Indonesia, Kementerian Agama menyusul jejak PT KAI. Melalui Surat Edaran yang terbit di kalangan ASN Kementerian Agama, maka ditetapkan setiap Senin dan Kamis jam 10 pagi wajib untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kegiatan dilanjutkan setiap Selasa dan Jumat jam 10 pagi, setiap pegawai akan bersama-sama membaca dan menghafalkan naskah Pancasila. Sebuah inisiatif sederhana dan ringan, tetapi jika dijalankan secara serius dan penuh kesadaran kolektif akan berdampak besar kepada upaya mengembalikan nasionalisme anak bangsa Indonesia yang perlahan meredup. Kita tentu menantikan upaya kolektif ini semakin digencarkan dalam ruang terbuka dan difasilitasi negara dalam usaha memberikan layanan publik yang dijiwai semangat mencintai Indonesia lebih mendalam. Seperti kata orang bijak, ”Lebih baik menyalakan lilin daripada sibuk mengutuk kegelapan”( Inggar Saputra /pengamat ).
Maja Tv.